Fandom:
NARUTO
Disclaimer:
Masashi Kishimoto
Rate: T
Q
Q
Q
Q
Q
Q
.
“Uh, sial! Aku bisa terlambat!” rutuk seorang pemuda
berseragam SMU yang berjalan cepat-cepat di trotoar yang masih cukup sepi itu.
Pemuda bungsu Uchiha itu sedang mengejar waktu. Ia tidak mau terlambat ke
sekolah hari ini. Jika terlambat, ia akan mendapat sesuatu yang memalukan.
Akhirnya pemuda bernama lengkap Uchiha Sasuke itu memilih untuk berlari.
Sesekali ia manatap arlojinya yang entah kenapa ia merasa jarum-jarum kecil
pada arlojinya itu bergerak sangat cepat. Ia terus mengumpat pada arlojinya
tanpa memperdulikan jalan di depannya. Dan,
Bruuk!
Alhasil, pemuda bergaya rambut emo yang di bagian belekangnya
mencuat-cuat mirip ekor ayam itu terlempar karena menabrak sesuatu. Oh, ia akan
mengklaim hari ini sebagai hari tersialnya selama hidup. Sudah terlambat, pakai
acara jatuh segala. Payah! Pemuda berkulit seputih susu itu terus merutuki
kesialannya, dalam hati tentunya.
“Kau tidak apa-apa? Ma-maafkan aku..” terdengar sebuah
suara.
“Sialan ka-” rutukkan Sasuke berhenti di tenggorokan.
Mata onyxnya membulat mendapati sesuatu yang amat sangat menghipnotisnya. Kata-kata umpatan yang biasa muncul ketus dari
seorang Uchiha sepertinya seakan menguap begitu saja saat melihat betapa indah
mata biru pemuda yang menatapnya cemas sekarang. Sasuke tak berkedip menatapi
pemuda pirang yang sekarang sedang berjongkok di depanya itu. Sepertinya,
pemuda yang di pipinya ada tiga guratan mirip kumis kucing itulah yang ia
tabrak, atau mungkin pemuda itulah yang menabraknya.
“Hey.. Kau tidak apa-apa?” panggil pemuda pirang itu
sekali lagi karena mendapati seseorang yang ditabraknya hanya
terbengong-bengong menatapnya tanpa berkedip.
“Eh?” Sasuke tersadar saat pemuda pirang di depannya itu
menggoyangkan bahunya. Ia memekik saat sakit yang amat sangat ia rasakan pada
lututnya. Ternyata ada noda darah di sana. Celana panjangnya bahkan robek di
bagian lutunya. Sasuke meremas pahanya erat mencoba menetralkan rasa sakit.
“Ah, kau terluka! Aku akan membawamu ke rumah sakit,
ayo..” ucap pemuda pirang sambil
memegang pergelangan tangan Sasuke.
“Tidak! Aku tidak mau kerumah sakit, aku harus sekolah.”
tolak Sasuke sambil mengibaskan tangannya yang dipegang pemuda pirang. Sasuke mencoba berdiri tapi kemudian jatuh
terduduk lagi karena kakinya yang sakit tidak bisa digunakan untuk berdiri.
“Dasar anak muda! Keras kepala!” bentak pemuda pirang
kesal. Emosi Sasuke tersulut dengan sukses.
“Hey, Dobe! Ini semua salahmu! Sialan!” teriak Sasuke
sambil menunjuk penuda pirang. Jangan
tanya bagaimana marahnya Sasuke sekarang. Ia bukan hanya marah, tapi murka.
“Yang kau sebut Dobe itu siapa?! Padahal yang terluka
dan begitu bodohnya tidak mau ke rumah sakit itu kau, Teme! Anak kecil
sepertimu kenapa begitu keras kepala? Uh! Menyesal aku meminta maaf tadi!”
bentak pemuda pirang yang kesabaranya juga tiba-tiba hilang begitu saja kerena
disebut ‘Dobe’ oleh seorang anak SMU.
“Jadi kau mau lari dari tanggung jawab,hah?! Dobe
idiot!” teriak Sasuke ketus.
Teng! Sebuah perempatan
imajiner muncul di kepela pemuda pirang. Tangannya mengepal dengan geram lalu
menjitak kepala Sasuke, hingga pemiliknya memekik kesakitan dan mengusap-usap
kepalanya sendiri.
“Sopan sekali mulutmu, Teme. Sangat-sangat sopan sampai
aku ragu apakah mulutmu itu pernah disekolahkan tata krama. Apa orangtuamu
tidak mengajarimu cara bersopan-santun terhadap orang yang lebih tua darimu,
Teme?” ucap pemuda pirang dengan wajah serius. Sasuke terdiam mendengar
pertanyaan menyakitkan itu. Sasuke menunduk murung.
“Hey, Teme. Kakimu terkena besi berkarat di kursi taman
itu. Kau bisa kena tetanus. Ayo, aku antar kau ke rumah sakit. Aku tidak mau
bertanggung jawab jikalau nanti kakimu
inveksi, membusuk dan harus diamputasi.” Ucap pemuda pirang sembari melipat
kedua tangannya di depan dada. Sasuke tampak terkejut. Gurat ngeri bersarang di
wajah tampanya.
“Ce-cepat bawa aku ke rumah sakit!” pinta Sasuke panik,
sambil mengarahkan kedua tangannya seperti anak kecil yang meminta gendong.
Wajah paniknya terlihat begitu cute.
“Wahahahahah...” pemuda pirang malah tertawa lepas
melihat betapa lucunya wajah pemuda yang lebih muda darinya itu. Sekarang
Sasuke merasa dipermainkan, garis perempatan imajiner muncul di kepalanya.
“DOBE!” teriak Sasuke sekeras-kerasnya karena kesal.
Karena kerasnya, sampai menarik perhatianorang-orang yang berjalan kaki melintasi
mereka.
“Ck. Tidak sopan. Aku pergi saja kalau begitu. Pergilah
ke rumah sakit sendiri sambil menunggu kakimu membusuk pelan-pelan.” Kata
pemuda pirang dengan penekanan penuh pada kalimat ‘kakimu membusuk
pelan-pelan’. Pemuda yang sedari tadi sudah beriri itu berbalik dan beranjak
pergi. Sasuke semakin panik.
“Ja-jangan pergi! Aku tidak bisa ke rumah sakit
sendiri.” Ucapan Sasuke membuat pemuda pirang tersenyum penuh kemenangan.
“Kau harus memohon sebagai hukuman karena sudah
menyebutku ‘Dobe’. Katakan, ‘Naruto-niisan, tolong bawa aku ke rumah sakit’”
ucap pemuda pirang yang nada akhirnya dibuat memelas. Sasuke tidak mau berpikir
panjang saat ini. Entah kata itu sangat merendahkanya atau apa, ia tidak
perduli. Yang ia perdulikan adalah kakinya yang semakin sakit dan mengeluarkan
banyak darah yang dibencinya. Apalagi, harus beradu mulut dengan pria yang baru
ia tahu namanya itu.
“Na-Naruto-nii-san.. tolong, bawa aku ke rumah sakit.”
Ucap Sasuke dengan berat hati. Naruto si pemuda pirang tersenyum lima jari. Ia
kemudian berjongkok membelakangi Sasuke yang masih setia tak bergeming dari
tempatnya jatuh. Tangan kanannya menepuk bahunya. Sasuke tak bergeming, ia
belum mengerti jalan pikiran Naruto. Naruto yang merasa tak dihiraukan menengok
ke belakang, mendapati Sasuke yang menatapnya tak mengerti.
“Jadi, kau lebih suka aku menggendongmu seperti pengantin?”
tanya Naruto yang sebelah alisnya naik. Sasuke menyadari kebodohanya. Mana
mungkin dia mau digendong dengan gaya tidak elite itu, apalagi jikalau harus
melewati jalan yang penuh orang-orang. Mau ditaruh mana harga diri Uchiha yang
selangit itu.
Tidak sulit untuk naik
ke punggung bidang Naruto, karena pemuda pirang itu membantunya naik dengan
tangannya yang kekar. Wajah Sasuke memanas saat ia menyadari kedua tangan
Naruto menahanya di pantat, bukan di kedua lipatan lututnya. Pipi Sasuke
bersemu merah seperti diberi riasan wajah. Imut sekali ekspresinya saat itu.
Dalam hati ia tertawa keras-keras karena senang digendong orang yang disukainya
hanya dalam sekejap mata, tapi yang berusaha disembunyikanya adalah senyum yang
tersungging di bibirnya dan debar jantung sialan yang kenapa tambah tak
beraturan tempoya.
Hari itu, Sasuke batal sekolah. Seperti yang kalian tahu, kakinya yang terluka parah
itu harus mendapat jahitan, dan Sasuke tak bisa berjalan selama lima hari.
Hari-hari berikutnya ia hanya bisa berjalan pincang. Tapi Sasuke selama sakit
itu tak pernah mengeluh sekali pun karena ya, pemuda bermata biru yang
menabraknya mengunjunginya setiap hari sebagai sikap tanggung jawab. Ah, setiap hari Sasuke tersenyum
senang karena bisa berdekat-dekatan dengan orang yang disukainya. Ya, tidak usah
ditutup-tutupi lagi. Sasuke memang seperti yang kalian duga, dia adalah seorang
uke sejati dalam hal ini. Dan kali ini, orang yang pemuda itu sukai adalah
seorang pemuda berusia 24 tahun. Enam tahun lebih tua darinya. Tapi bagi pemuda
yang sedang dimabuk asmara itu, usia yang berbeda cukup jauh darinya tidak
masalah. Masalahnya adalah, pemuda Uzumaki yang disukainya belum sekali pun mengucapkan
kata kalau ia menyukai Sasuke. Jika mengingat hal itu, Sasuke sering mendengus
kesal. Tapi kesal itu belum sepenuhnya menguasainya. Ia yakin, Naruto suatu
saat nanti pasti akan mencintainya juga dan menyatakan cinta padanya.
Ckrik! Ckrikk! Ckriik!
Ckrikk!
Sasuke mengucek matanya yang sedikit menjadi buram karena
terpapar sinar kamera digital yang beberapa kali mengabadikan gambarnya. Di
depanya Naruto yang membawa kamera itu hanya terkekeh geli.
“hey, Dobe. Kau harus membayar kalau kau ingin mengambil
gambarku. Akh, mataku..” omel Sasuke yang sedang duduk di ayunan. Mereka saat
ini sedang berada di taman bermain yang letaknya tak jauh dari rumah Sasuke.
Mereka kesana karena Naruto bilang mau mengambil gambar senja di tempat
sederhana itu. Ya, Naruto adalah seorang fotographer. Tapi yang dilakukanya
saat ini adalah mengambil gambar Sasuke yang dudk di ayunan sembari makan es
krim waffel corong. Naruto tidak perduli Sasuke mengomel habis-habisan karena
diperlakukan seperti itu. Ia senang dengan ekspresi Sasuke yang kadang-kadang
sangat menggemaskan kalau sedang kesal. Jadi ia tidak akan melewatkanya untuk
diabadikan.
“Dobe!! Kau berniat membuat mataku buta hah?!!” teriak
Sasuke sembari melempar sepatunya ke arah Naruto. Naruto yang tak sempat
menghindar, sukses mendapat ciuman dari sepatu Sasuke tepat di jidatnya. Daerah
itu memerah sekarang. Sasuke terdiam sesaat.
“Hahahahaha....” Sasuke tertawa lepas melihat hal itu.
Ia bahkan hampir tersedak ludahnya sendiri. Ketahuilah, semenjak Sasuke bertemu
dengan Naruto, pemuda itu bisa mengeluarkan ekspresinya bahkan melakukan hal-hal
bodoh bersama pemuda pirang itu. Padahal sebelum itu, Sasuke adalah pribadi
yang tertutup dan malu-malu.
“Teme..! Sudah berapa kali kubilang jangan memanggilku
Dobe! Dan apa ini? Kau melemparku dengan sepatu! Kau pikir ini tidak sakit?
Hah?!” ujar Naruto dengan nada kesal. Sasuke masih tetap tertawa sambil
memegangi perutnya. Naruto yang kesal menghampiri Sasuke. Sasuke langsung
terdiam saat wajah kesal Naruto mendekat ke wajahnya. Sasuke menarik mundur
kepalanya.
“Teme, belajarlah sopan-santun sedikit!” bentak Naruto.
“Cih. Aku tidak mau belajar sopan-santun pada seorang ‘Dobe’ sepertimu!” kata Sasuke
sambil menyunggingkan senyum mengejek. Perempatan merah bertengger di jidat
Naruto. Hal itu semakin membuat Sasuke senang. Senyum dan pandangan mengejek
terus ia alamatkan pada Naruto. Habisnya, biarpun Naruto itu usianya hampir
seperempat abad, tapi dia kadang-kadang kekanakan juga. Dan itu juga yang
membuat Sasuke semakin menyukai pemuda itu. Naruto juga suka memanjakannya.
Sasuke semakin merasa memiliki seme yang sempurna.
“Coba saja kalau kau berani mengataiku ‘Dobe’ lagi, aku
akaaaaan...” ucapan Naruto menggantung. Ia memasang mata tajamnya saat
memandang Sasuke. Sasuke menunggu
kelanjutan kata-kata Naruto dengan penasaran. Tapi karena Naruto tidak juga
melanjutkan, ia akan menanyakannya saja. Toh, apa yang bisa dilakukan seorang
Dobe seperti Naruto.
“Cih! Memang apa yang bisa dilakukan seorang ‘Do-be’
sepertimu? Ak- hmpphh..” ucapan penuh penekanan seorang Sasuke kandas di tengah
jalan saat mulutnya disumpal oleh Naruto menggunakan mulutnya. Sasuke terkejut
setengah mati hingga ia hanya bisa membeku di tampat. Ia tak bisa melawan.
Tubuhnya benar-benar beku ketika bibir lembut Naruto mengulum lembut bibirnya. Tak
bisa melawan juga tak bisa membalas. Sasuke benar-benar mematung.
Naruto memasang cengiran khasnya setelah melepaskan bibirnya
dari Sasuke.
“Itulah yang akan kulakukan kalau kau memanggilku Dobe
lagi. Kan kusumpal mulutmu dengan mulutku! Cam kan itu Teme!” ujar Naruto lalu
berdiri tegak.
Sasuke mengerjapkan matanya beberapa kali mencoba sadar.
“Hm. Kau menikmatinya ya, Teme..?” goda Naruto sembari mendekatkan kembali
wajahnya ke wajah Sasuke yang sudah memerah walau yang punya masih belum sadar
sepenuhnya dari acara tertegunya. “apa aku harus lakukan lagi?” sambung Naruto
lalu menyeringai mesum.
“KYYAAAAAAAAAA.....!!!!!” histeris Sasuke hingga ia
jatuh kejengkang dari ayunannya. Es krimnya yang sudah meleleh jatuh di atas
kepalanya setelah terlempar ke atas. Wajah Sasuke sekarang sudah sama warnanya
dengan buah kesukaanya, tomat merah. Ditambah lelehan es krim, uh, wajah Sasuke
sangat menggoda iman para seme untuk segera menggigitnya.
“Hmmppfffhhh... Huahahahahahah....!!!” Naruto tidak bisa
menahan geli yangmenggelitik tubuhnya. Wajah Sasuke benar-benar lucu saat itu.
Tawa Naruto benar-benar lepas. Ia tertawa lepas tanpa memperdulikan wajah
Sasuke yang sekarang malah memucat
seperti mayat. Malunya sudah tak bisa ditutup-tutupi lagi. Memuncak keluar dan
meledak melalui ubun-ubunnya.
“AAAARRRRGGGGGHHHHHH......!!!!!!!”
`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`
Sasuke sakit karena syok sejak kejadian itu. Malamnya ia
demam tinggi. Dan ia tidak mau bertemu dengan Naruto dengan alasan bahwa ia
marah karena Naruto mempermainkanya melalui ciuman itu. Padahal, Sasuke hanya
tidak mau bertemu Naruto karena ia tidak mampu menahan rasa malunya yang over
dosis itu. Batapa pun Sasuke ingin bertemu Naruto karena rindu, ia tahan
sebisanya karena ia tidak mau memerah di depan orang yang dicintainya itu. Tiga
hari Sasuke mengurung diri di rumahnya. Sasuke selalu mengunci diri di kamar
kalau Naruto datang ke sana untuk meminta maaf. Sebisa mungkin ia menahan diri
agar tidak terbujuk rayu Naruto yang begitu memelas. Sasuke masih seorang pria.
Walaupun sekarang ini dia lebih terlihat seperti seorang gadis yang dimabuk
asmara, tapi naluri untuk menjaga harga diri masih melekat padanya.
Hari berikutnya, Sasuke masuk sekolah kembali untuk pertama
kalinya setelah insiden tabrakan yang membuatnya tak bisa berjalan. Sebenarnya
Sasuke masih malas masuk sekolah, tapi ia melakukan ini karena menghindari Naruto.
Ia masih cukup malu untuk adu tatap mata onyxnya dengan saffire Naruto. Walau
jalannya masih pincang dan itu membuatnya malu, tapi tekadnya membulatkan
keberanian untuk berbicara kembali dengan Naruto begitu kuat. Jadi ia akan
menerima siksaan batin itu apa pun bentuknya.
“Sasuke...?” sebuah panggilan dengan nada malas
menggetarkan gendang telinga pemuda raven yang sedang meletakkan kepalanya di
meja.
“Hn.” Hanya itu yang keluar dari mulut Sasuke, dengan
nada malas pula.
“Kau, ada yang mencarimu. Dia menunggumu di atap.” Ucap
pamuda yang rambutnya diikat tinggi hingga menyerupai mahkota nanas kemudian
menguap. Sasuke bangkit dan menatap sahabatnya yang bernama Shikamaru itu
dengan tampang bosan.
“Siapa?” tanya Sasuke sama sekali tak tertarik.
“Medoukusai.. Kau lihat sendirilah..” jawab Shikamaru
lalu menyamankan posisinya di kursi dan tidur.
Sasuke mendengus kesal dengan ulah sahabatnya itu. Dengan berat
hati akhirnya Sasuke berjalan menuju atap sekolah. Sesampainya di sana ia tak menemukan siapa-siapa.
Memuncak sudah kekesalan Sasuke. Sungguh, ia tidak mau diganggu hari ini.
Tidakkah kau tahu bahwa mood si Uchiha itu sedang tidak baik hari ini.
Persimpangan jalan imajiner bertengger di kepalanya yang entah kenapa terasa
panas hingga mau meledak. Saat masih asyik merutuki nasib buruknya hari ini,
tiba-tiba sesuatu memelukSasuke dari belakang. Sasuke yang kaget berontak, tapi
tubuhnya yang termasuk kecil tak bisa berbuat banyak. Tubuh yang memeluknya
terlalu kekar untuk ukuran seorang Sasuke. Dan apa ini? Aroma sitrus? Sasuke
berhenti berontak, hidungnya mencium bau sitrus yang sangat dikenalinya. Itu
adalah harum aroma orang yang sangat ia hindarinya saat ini. Naruto.
“Lepaskan aku Naruto..” ujar Sasuke dengan nada datar.
Dekapan pada tubuhnya terlepas. Naruto berpindah ke hadapan Sasuke yang
membuang tatapan ke tempat lain, yang penting jangan mata Naruto yang indah
itu.
“Hey, adik kecil.. Kenapa kau merajuk lama sekali? Apa
kau tidak tahu,aku sangat menghawatirkanmu...” ujar Naruto sembari menatap
pemuda yang lebih pandek darinya. Sasuke mendengus.
“Aku mau kembali ke kelas..”Sasuke beranjak pergi, tapi
Naruto manarik tangannya. Naruto langsung memeluk Sasuke dengan erat, sukses
membuat Sasuke membulatkan mata karena kaget. Sasuke tersenyum kecil, walaupun
tak terlihat oleh Naruto karena wajah Sasuke tenggelam di bahunya. Semakin lama
Naruto mengeratkan pelukannya, seakan menumpahkan segala rasa pada pemuda
Uchiha yang disayanginya itu.
“Kau berniat membunuhku Do- emm... Naruto?” ujar Sasuke
hampir kelepasan. Otak jeniusnya masih ingat ancaman Naruto waktu itu. Naruto
melepaskan dekapannya dan menatap Sasuke yang menatapnya dengan kesal. Naruto
terkekeh dan memberantakan rambut Sasuke dengan gemas dan itu semakin membuat
Sasuke kesal.
“ Hey,
Teme, baguslah kalau kau baik-baik saja. Tahu tidak, kau membuatku setres
karena merajukmu yang sampai berhari-hari itu. Mau tahu apa yang kutakutkan?
Aku takut kau bunuh diri karena ulahku itu. Haaahhh... Teme, aku’kan sudah
meminta maaf, jadi kau harus memaafkanku.” Kata Naruto yang kedua tangannya
masih memegang bahu Sasuke.
“ Aku tidak mau !”
“Kenpa tidak mau?!”
“Kalau tidak mau ya tidak mau!”
“Benarkah? Ahhh,.. Sayang sekali. Padahal tadi aku
membeli banyak coklat dan es krim.”
Wajah Sasuke langsung
berubah dari jutek ke antusias saat mendengar kata coklat dan es krim.
Sasuke memang suka makanan manis seperti coklat dan es krim. Ia bukan hanya
suka, tapi ia sangat suka. Dia adalah maniak coklat dan es krim. Naruto yang
menyadari hal itu langsung tersenyum menang.
“Aku akan memberikan coklat dan es krim itu padamu
semuanya kalau kau memaafkanku, bagaimana? Sejutulah Sasuke,. Coklat yang
kubeli itu adalah yang termahal dan yang terenak di sini.” Kata Naruto dengan
wajah meyakinkan. Tapi Sasuke yang kelemahannya baru diketahui tidak menyerah
begitu saja. Ekspresi wajahnya kembali datar dan jutek.
“Kan kubelikan coklat dan es krim sebanyak itu
seminggu berturut-turut!” Naruto memberikan penawaran terakhirnya. Sasuke tersenyum
menang saambil melipat kedua tangannya di depan dada dengan ekspresi angkuh.
“Akan kuambil coklat dan es krimku nanti sore.” Ucap
Sasuke dengan angkuhnya sambil berjalan ke arah pintu keluar dan berhenti
sejenak di sana.
“DO-BE..” ucap Sasuke dengan nada mengejek dan tanpa
memberi jeda ia langsung melesat meninggalkan Naruto yang masih berdiri
terbengong.
“TEEMMEEEE.....!!!!!”
`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.``.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.
Terlihat Sasuke berjalan menyusuri trotoar. Sirat bahagia
terlihat begitu jelas di wajahnya. Ia sesekali tersenyum kalau mengingat ia
akan bertemu Naruto sebentar lagi. Sasuke memasuki halaman sebuah rumah mungil
yang tertata rapi dan begitu asri. Belum juga ia mencapai teras, pemilik rumah
sudah terlebih dulu keluar. Mareka berdua saling pandang, bedanya Sasuke
memandang Naruto dengan ekspresi heran.
“Ah, Sasuke. Masuklah, aku mau pergi sebentar.” Ujar
Naruto yang masih berdiri di depan pintu.
“Kemana?”
“Biasa. Aku akan kembali secapatnya. Kau jaga rumahku,
ya?” naruto tanpa memperdulikan protes Sasuke langsung melesat pergi sambil
nyengir dan melambaikan tangannya. Sasuke hanya mendengus kesal dan membanting
pintu.
Sasuke langsung menuju dapur di mana terdapat lemari pendingin
di sana. Ekspresi Sasuke benar-benar girang saat menemukan berbagai bungkus
coklat dan ice krim di tempat itu. Tanpa pikir panjang Sasuke langsung meraup
makanan-makanan manis itu dan meletakkannya di atas meja makan.
“Itadakimasuu..” seru Sasuke sebelum ia melahap
coklatnya dengan senang. Bagaimana bisa orang itu melahap coklat manis dengan
begitu lahapnya tanpa takut sakit perut setelahnya atau sakit gigi. Tapi kalau
urusan sakit gigi, Sasuke selalu rajin untuk menggosok giginya dan yang paling
penting, Sasuke tidak akan sakit perut walau ia menghabiskan satu kilo coklat
dalam sekali makan.
Mata Sasuke menelusur tempatnya berada. Tangannya baru saja
membuka bungkus ice krim rasa coklat. Tidak terasa sudah limabelas menit Naruto
pergi dan belum kembali. Sasuke mulai bosan dengan kesendirianya dalam diam. Ia
memilih untuk berjalan-jalan menelusuri rumah Naruto yang baru dua minggu
ditinggali itu. Sasuke menelusur mulai dari dapur, halaman belakang, kembali
lagi ke dalam rumah dan berakhir di kamar Naruto. Ada banyak cetakan foto
berbingkai di sana. Sasuke tersenyum saat melihat foto-foto itu. Gambar Naruto
dan dirinya dalam berbagai adegan. Matanya terus menelusur kamar yang tidak
bisa disebut rapi itu. Hingga ia menemukan sesuatu yang aneh. Sebuah gaun
pernikahan berwarna putih yang begitu indah. Sejenak pikiran Sasuke
menerawang jauh.
Gaun pernikahan siapa
itu? Kenapa ada di sini? Kenapa ada di kamar Naruto? Apa Naruto yang membuatny?
Tapi Naruto tak pernah bilang ia bisa membuat baju. Apa yang kulewatkan
sebenarnya?
Kreek!
Suara denyit pintu mengagetkan Sasuke. Naruto ada di sana.
Memandang sesekali pada Sasuke dan gaun putih.
“Hey, Teme, aku membeli ramen. Ayo makan bersama.” Ajak
Naruto lalu tersenyum hangat sebelum meninggalkan Sasuke lagi. Dengan berat
hati Sasuke mengikuti Naruto yang kini berada di dekat meja makan. Tangan
kekarnya membongkar belanjaannya. Sasuke tak membantu. Ia memilih duduk di
salah satu kursi di sana.
“Naruto..”
panggil Sasuke setelah beberapa waktu mereka diam. Naruto hanya
menggumam pelan tanpa mengalihkan perhatiannya pada Sasuke. Ia masih sibuk
membongkar belanjaannya.
“Yang di kamarmu itu apa?” Sasuke bertanya dengan
hati-hati. Naruto akhirnya menatapnya dengan senyum tersungging di wajahya.
Menandakan bahwa ia bahagia.
“Itu adalah gaun buatanku.” Jawab Naruto pada akhirnya
dengan bangga. “untuk calon istriku” sambungnya mantap.
“Hah?” hati Sasuke tertohok. Ia tidak mengerti maksud
perkataan Naruto. Ia benar-benar merasa takut saat ini. Ia takut mendengar
Naruto mengatakan sesuatu yang tidak baik menurutnya.
“Dua hari lagi, aku akan menikah..” tutur Naruto dengan
wajah penuh keyakinan.
PIIIIINNGGG...!! Jeeedddaarrr...!!!
Sasuke ternganga. Bagaikan disambar petir, hatinya hancur
melihat senyum Naruto setelah mengatakan hal yang paling ditakutinya. Dadanya
tiba-tiba sesak seperti tertindih benda berat. Sakit seperti ada benda tajam
yang menusuknya dengan perlahan. Menusuk jantungnya hingga tembus ke jiwa.
“Me-nikah..? Dengan siapa?” Sasuke bertanya dengan susah
payah menahan emosinya. Dia berhasil memasang wajah datar yang tak disadari
Naruto apa yang ada di baliknya. Belum sempat Naruto menjawab, terdengar suara
seseorang yang datang. Seorang gadis manis berambut merah muda berlari kecil ke
arah Naruto dan menggelayut manja di lengan kekarnya. Tak perlu otak jenius
untuk menyadari kalau itulah wanita yang akan Naruto nikahi. Melihat senyum
Naruto saja kau sudah tahu sedari awal.
“Sasuke, kenalkanlah. Ini Sakura, calon istriku..”
ucapan Naruto membuat Sasuke tak bisa bernapas. Terlalu sakit jiwanya untuk
menerima hal itu. Matanya memanas, ia ingin menangis sejadinya.
“Hay, aku Haruno Saskura, salam kenal ya..” kata gadis
naruto lalu tersenyum dengan manisnya. Sasuke tak tahan lagi. Ia langsung
mengahambur keluar rumah Naruto dengan perasaan hancur. Air mata mengalir deras
membasahi pipinya yang pucat. Sasuke berlari dengan tubuh dingin. Dia sudah tak
bisa merasakan sakit lain selain sakit yang ada di dadanya. Tak perduli lagi
walau samar-samar ia mendengar suara Naruto memanggil namanya. Ia tidak
perduli. Ia sudah terlanjur sakit.
Braaannkk!
Sasukemembanting pintu kamarnya. Andai saja pintu tidak terbuat
dari kayu keras, mungkin pintu yang malang itu sudah tak berbentuk lagi saat
ini. Sasuke menguncinya dan jatuh terduduk di lantai. Ia sudah tidak kuat.
Sejadinya ia berteriak histeris dalam tangisnya. Menarik-narik rambutnya
sendiri. Ia mengamuk. Sasuke melempar apapun yang dapat diraihnya,
menghancurkan apapun yang bisa ia hancurkan. Dengan beringasnya ia
merobek-robek seprai, merobek kain kasur dan menghamburkan isinya. Memecahkan
kaca lemari menjadi berkeping-keping. Bahkan lemari dua pintu itu kini sudah
hampir hancur. Sasuke menghamburkan seluruh pakaiannya. Kamarnya kini
benar-benar sudah hancur. Darah mengalir dari jemari-jemari lentiknya karena
tersayat pecahan kaca. Tapi luka itu tidak terasa sakitnya. Yang Sasuke rasakan
saat ini hanya sakit yang melukai jiwanya yang rentan. Akhirnya ia terduduk di
lantai yang penuh pecahan kaca. Ia berteriak lagi sambil menjambak rambutnya
sendiri. Tangan kanannya meremas bajunya, mencoba mencari pelampiasan dari rasa
sakitnya yang amat sangat menyiksanya itu.
“Otoutou...?!” terdengar suara seorang lelaki. Sasuke
mengenalinya sebagai kakaknya, Itachi Uchiha. Gedoran pada pintu terlalu keras,
sepertinya Itachi menggedor pintu dengan perasaan cemas yang berkebihan. Di
balik pintu juga ada nyonya Mikoto, ibu mereka berdua. Sesekali ia juga
memanggil nama anaknya dengan cemas. Tidak biasa Sasuke terdengar histeris.
Suara mengerikan dari dalam kamar Sasuke membuat pasangan anak ibu itu
benar-benar khawatir.
Itachi akhirnya mendobrak pintu karena Sasuke tak juga
menjawab, apalagi tak terdengar lagi isakan Sasuke dari kamar itu. Saat pintu
berhasil dibuka, itachi menemukan Sasuke yang tergeletak di lantai dengan
bersimbah darah. Sasuke tidak mati, ia hanya pinsan kekurangan darah.
“OTOUTOU..?!!”
`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`..`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.
Gereja Konoha hari itu disulap manjadi begitu indah. Kesan sederhana
gereja itukini berubah menjadi glamour. Hiasan kain putih pertanda suci
bertaburan di rumah tuhan umat kristiani itu. Di halaman gereja yang luas, di
letakkan banyak kursi berbalut kain putih. Di sana, seorang pemuda pirang
berpakaian rapi dengan kemeja hitamnya sedang berbicara dengan beberapa tamu
undangan. Naruto tersenyum penuh bahagia.
“Che, medoukusai, akhirnya kau akan menikah juga
Naruto..” ucap pria yang rambutnya diikat tinggi menyerupai mahkota nanas di
mana tangannya di gelayuti seorang gadis pirang pucat yang begitu cantik dengan
gaun hitamnya. Naruto terkekeh.
“Kau bahkan sudah mendahuluiku, Shikamaru..” ucap Naruto
pada pria bermata malas di depannya itu. Shikamaru hanya berdecak ria, apalagi
saat melihat istrinya menatapnya sebal. Naruto kembali terkekeh mendapati ulah
pasangan unik itu. Pandangannya beralih pada pria bertato segitiga merah
terbalik di kedua pipinya. Seorang gadis indigo berdiri malu-malu di
sampingnya.
“Lalu kalian berdua, kapan mau menyusulku?” goda Naruto.
Pria bertato itu tersedak minumanya karena mendengar ucapan Naruto. Hal itu
sukses membuat Naruto tertawa lepas. Naruto tahu, pasangan itu masih terlalu
muda untuk menikah, makanya Kiba, begitu nama pria bertato yang tersedak
minumannya.
Naruto berpamitan pada teman-temannya saat ponselnya berdering.
Wajahnya berubah bahagia saat menerima panggilan itu. itu adalah panggilan dari
pengantin wanitanya yang megatakan ia akan segera sampai sebentar lagi.
“Ya, aku juga tidak sabar, Sakura..” dan telepon pun
ditutup. Baru saja Naruto hendak beranjak kembali ke teman-temannya saat
ponselnya kembali berdring.
“Haloo..” ucap Naruto.
“Dobe...” terdengar suara seseorang di sebrang sana.
Naruto tersenyum. Ia tahu siapa itu.
“Ck. Tidak sopan!”
“Naru-Dobe..?”
“Ya,”
“Saat kau mengucapkan ikrar suci.. mungkin aku sudah
tidak ada di dunia ini..”
Naruto sedikit terkejut
dengan apa yang didengarnya. Ia bahkan tidak memperdulikan rombongan pengantin
perempuan yang sudah tiba.
“A-apa maksudmu Teme..?”
“Aku akan mati saat kau sudah jadi milik gadis
mengerikan itu...” ucapan Sasuke melemah dan panggilan tertutup. Naruto semakin
bingung.
“Naruto-niiisaan..!” panggil seorang pemuda yang berlari
ke arahnya. Pemuda pucat itu dikenali Naruto sebagai sepupu Sasuke, Sai. napas
Pemuda itu tersenggal karena habis berlari.
“Kau harus menolong Sasuke! Kau harus menolong
saudaraku!” kata Sai dengan tidak sabaran.
“Sasuke? Sasuke kenapa?” Naruto masih saja bingung, tapi
hatinya sudah mengatakan firasat buruk.
“Sasuke, saudaraku mengancam mau bunuh diri! Hanya kau
yang bisa menghentikanya! Aku mohon!”
Naruto tercekat. Dia tidak percaya.
“Naruto-kun, ada apa?” tanya Sakura yang ternyata sudah
berada di dekat Naruto, tangannya menggandeng lengan Naruto. Naruto tak
menjawab, sampai ponselnya berdering. Nama nyonya Mikoto tertera di layarnya.
Naruto langsung menjawab.
“Naruto-kuun! Aku mohon datanglah. Hiks, tolong
selamatkan Sasuke. Tolong bujuk dia untuk turun. Dia hanya mau mendengarkanmu
Naruto-kun..” terdengar ucapan nyonya Mikoto di sebrang sana.
Sai hampir berteriak frustasi karena Naruto tak juga beranjak.
Pemuda bertubuh ramping itu menarik kerah baju Naruto dengan geram.
“Akan kuhancurkan hidupmu kalau sampai saudaraku mati
karena mencintaimuuu!!”
`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.
Angin semilir melambaikan surai ravenya. Menembus perban berbercak
obat merah di kedua tangannya yang ia rentangkan. Matanya terpejam menikmati
belaian angin yang begitu menyejukkan. Sasuke sedari tadi berdiri di ambang
kematian. Di atap tertinggi rumah sakit Konoha. Setelah ini, pemilik yayasan
akan menyesal karena tak memasang jaring pembatas di tempat itu. Setelah tempat
yang tinggi itu di jadikan tempat bunuh diri seorang anak SMA yang sedang patah
hati.
“Sasuke...?” panggil nyonya Mikoto. Matanya sembab
karena terlalu banyak menangis. Sasuke membuka matanya, tapi tak berbalik pada
orang-orang di belakangnya yang tak berani mendekat karena Sasuke mengancam
akan langsung lompat jika ada yang berani mendekatinya.
“Otoutou, hentikan ini...” bujuk Itachi yang berdiri di
samping ibunya.
“Tidak... aku... aku mau pergi ke tempat ayah..” kata
Sasuke yang sukses membuat nyonya Mikoto tercekat.
“Otoutou, lepaskanlah Naruto. Dia tidak bisa kau
miliki.” Tutur Itachi.
“Karena itulah.. Aku mau mati.”
“Tidak. Otoutou, lepaskan dia dan carilah yang baru.”
“Hn.”
“Otoutou..”
“Baka Aniki...”
Brak!
Bantingan pintu menarik perhatian semua orang yang berusaha
membujuk Sasuke untuk tak berbuat hal bodoh. Sasuke berbalik saat melihat siapa
orang itu. Dia pria pirang, bermata biru yang amat disukainya. Orang yang membuatnya
menjadi orang gila dalam sekejap. Berpakaian jas hitam yang begitu rapi.
Bahkan, rambut pirang yang biasa dibiarkan berantakan kini disisir rapi. Tapi
ekspresi apa itu? wajah Naruto begitu datar. Wajah dingin, wajah marah, malu
dan lain sebagainya kini terlihat oleh Sasuke.
“Dobe...” panggil Sasuke dengan suara rendah. Sasuke
menunduk murung dan tangannya mengepal kuat hingga perban yang dibalutkan pada
lukanya kini bernoda merah darah. Tak ada rasa sakit yang ia rasakan saat
lukanya kembali terbuka. Sasuke bahkan ragu apa dia masih manusia saat ini.
“Naruto-kun, aku mohon bujuklah Sasuke untuk turun.”
Pinta nyonya Mikoto dengan begitu memelas, kedua tangannya mengenggam erat
kedua tangan Naruto. Naruto hanya mengangguk dan menepuk pundak nyonya Mikoto
untuk menenangkanya dan seakan berkata, ‘serahkan padaku’.
Naruto beranjak kedepan Sasuke, tapi belum ia mencapai dua
langkah, Sasuke mundur satu langkah yang membuatnya semakin dekat ke tepi.
Hanya beberapa senti lagi dan Sasuke akan jatuh. Naruto menghentikan
langkahnya.
“Jangan mendekat, kalau kau tak tersenyum padaku...”
sebuah seringaian seorang psikopat muncul di wajah Sasuke. Terdengar Naruto
menghela napas panjang.
“Teme, hentikan ini. Ayo kita kembali. Jangan terlalu ke
sana nanti kau jatuh.”
“Perduli apa? Memangnya kenapa kalau aku jatuh?”
“Teme..”
“Oh, iya.. Kenapa kau ada di sini? Pantas aku tak bisa
melihatmu di gereja itu dari sini.” Ucapan bodoh. Sasuke memandang kejauhan. Ke
bawah sana. Ya, gereja Konoha bisa terlihat dari sini.
“Teme, apa yang kau inginkan sebenarnya..?”
“Aku..? saat ini? Melihatmu menikah... dan terjun dari
sini.”
“Temee.. Bukan itu yang ingin kudengar..!!!”
“Aku juga tidak mau mendengar kau berteriak
padaku..!!!!”
Angin bertiup kencang. Tubuh goyah Sasuke membuat semua orang
tercekat.
“Teme, biarkan aku ke sana..”
“Ya, kau ingin melihatku lompat?”
“TEMEE!!”
“Hn.”
“Jangan melakukan hal bodoh seperti ini! Kau tahu betapa
hinanya hal yang kau lakukan sekarang! Hah? Teme!!”
“Aku tidak perduli!! Akan kulakukan hal bodoh macam
apapun!! Akan kulakukan apapun demi mencapai keinginanku, Dobe!! Perduli setan
kalau aku sudah menjadi manusia hina sekarang!!”Napas Sasuke
tersenggal-senggal. Napasnya habis untuk berteriak dan menahan emosi yang
meluap luap.
Naruto menghela napas
lelah. Ia benar-benar sudah lelah sekarang. Menghadapi seorang psikopat seperti
Sasuke membuatnya lelah. Siapa yang sangka kalau Sasuke itu punya jiwa yang
labil. Naruto tak pernah menyadari hal itu selama ia mengenal sasuke hampir dua
minggu ini. Sasuke selalu lucu dan membuatnya menyayangi pemuda itu, tapi rasa
sayangnya yang untuk seorang adik sepertinya sudah disalah artikan oleh Sasuke.
Sasuke tidak akan ada di sini kalau ia tak menginginkan sesuatu yang besar.
Bukan sebuah coklat atau ice krim. Naruto juga tak tahu apa. Ia menghela napas
lagi.
“Baiklah, Katakan apa yang kau mau, akan kulakukan jika
kau meminta aku melakukan sesuatu. Akan kuberikan kalau kau meminta sesuatu,
yang penting jangan melompat.” Ucap Naruto. Nada tak yakin akan selalu mewarnai
suaranya. Ia melihat Sasuke menyeringai setan. Naruto tak tahu apa artinya,
tapi yang jelas ini akan jadi buruk, begitu firasatnya mengatakan.
“Apapun?”
“A-aapapun.”
“Hn. Janji?” dua kata itu terlontar dari mulut Sasuke
bersama sebuah seringaian.
“Ya, a-aku janji..”
Sasuke tertawa setan. Tapi tak berlangsung lama.
“Aku ingin kau mengatakan bahwa kau mencintaiku..”
“hah?!” Naruto terkejut. Tidak percaya dengan apa yang
barusan didengarnya. Sasuke merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Ingin
sekali Naruto berlari ke sana dan langsung menyeret Sasuke untuk menjuh dari
tepi yang menakutkan itu. tapi ia tahu Sasuke terlalu cekatan. Kalau ia berlaku
nekat, Sasuke mungkin sudah jatuh sebelum ia mencapai pemuda itu. Sekeras
apapun Naruto berpikir, ia tak dapat menemukan hal terbaik lain untuk
menyelamatkan pemuda kesayangannya itu. otaknya tak terlalu jenius untuk
memikirkan hal itu sekarang. Naruto menjambak rambutnya sendiri. Kini ia merasa
bodoh karena menunjukkan perhatian yang bisa disalah artikan oleh Sasuke.
“Kau sudah janji, Dobe..”
“Ya, ya, baiklah. Sasuke, Teme, aku mencintaimu..”
“Naruto..?” suara lembut dari seorang gadis menarik
perhatian semua orang. Naruto terkejut melihat mempelai wanitanya berada di
tempat itu juga. Gaun indahnya menyapu lantai atap yang kotor.
“Sakura, maaf..” dengan menyesal Naruto mengatakan itu.
Sakura hanya tersenyum. Berkata melalui ekspresinya bahwa ia baik-baik saja.
Seakan menyuruh Naruto untuk melanjutkan kegiatannya.
Sasuke menyeringai melihat wanita paling dibencinya terlihat
tenang-tenang saja. Ia kemudian menatap mata biru yang amat disukainya. Menatap
Naruto yang menatapnya.
“Sasuke, aku sudah mengatakan apa yang kau mau dengar.
Sekarang kemarilah. Berbahaya berada di sana, Teme.” Ujar Naruto sembari
mengulurkan tangannya pada Sasuke untuk menyambut pemuda raven itu. Tapi Sasuke
hanya menggeleng.
“ Tidak, belum. Aku ingin kau memutuskan hubunganmu
dengan wanita sialan itu.. Karena aku ingin kau menikahiku sekarang. Aku lelah
berdiri di sini. Mungkin aku akan segera jatuh dan mati..” ucapan Sasuke
membuat Naruto berhenti bernapas. Sakura yang berdiri di belakang sana juga
terkejut dan refleks menutup mulutnya dengan kedua tangan. Mata hijaunya kini
berkaca-kaca. Menambah bening manik emerald itu dalam tangisnya.
“Teme, ini tidak bisa.” Naruto kini menyesal sudah
membuat janji dengan Sasuke. Sungguh menyesal hingga kedalam sumsum tulangnya.
Ia merutuki kebodohanya dalam hati.
“Otoutou, ini tidak benar!” bentak Itachi setelah
terdiam dari tadi. Kilat matanya marah pada adik kesayangannya itu.
“Baka Aniki kau diam saja!! Aku tak membutuhkanmu!!”
teriak Sasuke tak kalah marahnya. Kilat matanya tajam dan sungguh-sungguh.
“Sasuke... Ibu mohon jangan meminta sesuatu yang tidak
mungkin.. Naruto-kun tidak bisa menikahimu..” tutur nyonya Mikoto dengan nada
lembut. Sasuke menghela napas kecewa. Kedua kakinya bergeser ke belakang
membuat semua orang tercekat.
“ Sasukee..!!” nyonya Mikoto berteriak histeris melihat
hal itu.
“Baiklah-baiklah! Oke! Sasuke kau menang! Aku akan
menikahimu, tapi turunlah kemari..” ucapan Naruto membuat orang memandangnya
tak percaya. Tapi Sasuke hanya menggeleng.
“Tidak mau.”
“Naruto, aku tidak rela kau tinggalkan dengan cara
seperti ini! Tidak!” Sakura berteriak tidak menyetujui apa yang barusan ia
dengar dari mulut calon suaminya. Air matanya semakin deras manakala Naruto tak
berbalik padanya, menatapnya seperti biasanya. Yang ia dengar hanya guaman
pelan nama Naruto dari dua pasangan ibu dan anak Uchiha itu secara bersamaan.
Naruto menghela napas panjang.
“Maafkan aku Sakura. Aku merasa lebih berat jika melukai
hati Itachi dan nyonya Mikoto kalau Sasuke dengan nekat melompat dari sini. Kematian
Sasuke hanya akan membuatku gila. Aku tak akan memaafkan diriku sendiri kalau
itu sampai terjadi. Sakura.. tolong lepaskan aku untuk menolongnya. Maafkan aku
tak bisa melanjutkan hubungan kita. Kau tak perlu memaafkanku, aku memang tak
perlu kau maafkan. Ini semua murni karena kebodohanku juga. Aku terlalu bodoh,
Sakura.” Ujar Naruto panjang lebar. Sakura terus menangis, ia menggeleng keras.
“TIDAK NARUTO..!!” sekarang Sakura yang histeris. Sai
terlalu muak dengan drama dari wanita itu. Dengan beringas ia menarik pergi
Sakura dari tempat itu. dan mencampakanya begitu saja di dalam lift yang
kemudia bergerak turun ke bawah. Seringaian mengerikan tersungging di bibirnya.
Kalau kau ingin tahu kenapa Sasuke berubah menjadi seorang psikopat, itu semua adalah
ulah Sai. Sai adalah psikopat mengerikan, rasa sayangnya pada saudaranya bahkan
bisa membuatnya tak segan-segan membunuh seseorang.
“Berterima kasihlah pada Naruto karena aku tak perlu
membunuhmu, wanita jalang. Hahahahahah...” tawa setan menggema di koridor sepi
itu.
Puas tertawa, Sai kembali ke atap. Sasuke masih berdiri di tepi
atap dan Naruto masih diam terpaku.
“Kau lihat, aku sudah memutuskan hubunganku dengan
Sakura. Sekarang berjalanlah kemari..” kata Naruto sembari mengukurkan kedua
tangannya pada Sasuke, seperti Sasuke itu seorang anak kecil yang minta
digendong. Sasuke kembali menggeleng.
“Kenapa?” tanya Naruto heran.
“Aku tidak mau ke sana kalau belum jadi istrimu, oh
bukan, suamimu..” ucap Sasuke dengan entengnya. Ia meleyangkan mata pada Sai
yang berdiri di dekat pintu keluar. Sai sungguh-sungguh tahu apa yang dimaksud
Sasuke. Senyum jahat tersungging di sudut bibirnya.
“Sasuke..” panggil nyonya Mikoto hampir bersamaan dengan
Itachi.
Sekali lagi Naruto menghela napas lelah. Tak ada lagi senyum
atau cengiran yang bisa dilihat Sasuke sekarang ini, tapi ia tidak perduli.
Yang Sasuke perdulikan adalah mendapatkan Naruto, dengan atau tanpa
kebahagiaannya. Tidak perduli bahwa ia telah menjadi orang yang jahat,hina, dan
begitu rendah, bahkan jauh lebih rendah dari sampah busuk di jalanan.
“Ya, Sasuke. Kita akan menikah di sini. Tapi kemarilah.
Aku tidak ingin kau jatuh.” Bujuk Naruto. Sasuke menggeleng tanda ia tidak mau.
“Ya, Otoutou.. bukankah kau sudah dengar Naruto
berjanji? Jadi apa yang kau takutkan? Kemarilah.. Aniki mohon padamu,
Otoutou..” bujuk Itachi dengan nada direndahkan. Sasuke tetap memnggeleng
kembali.
“Itachi, panggillah pendeta kemari. Kalau memang Sasuke
hanya mau berhenti dari tindakan bodoh ini kalau aku menikahinya, makaaku akan
menikahinya. Aku sudah terlanjur berjanji padanya.” Ujar Naruto dengan nada
serius sembari menatap Itachi.
“Tapi..” Itachi ingin memprotes, tapi anggukan Naruto
yang penuh dengan keyakinan membuatnya mengurungkan niat. Belum sempat Itachi
beranjak, pintu keluar yang sedari tadi ditutup tiba-tiba terbuka. Muncullah
seorang pria berpakaian rapi. Rambut peraknya disisir kebelakang semuamenambah
kesan wibawa padanya. Ah, Naruto mengenalinya. Itu adalah pendeta gereja yang
akan menikahkan ia dengan Sakura, tadinya.
“Aku sudah memanggil pendeta.” Ujar Sai lalu memasang
senyum palsu.
“Sai, aku akan menyuruh Naruto membelikan cotton candy
untukmu setelah ini.” Ucap Sasuke lalu tersenyum jahat. Mereka dua psikopat ini
memang mengerikan. Kini mereka terlihat seperti saudara kembar.
Pengikatan janji suci pun terlaksana dengan khidmat. Kini
Naruto sudah sah menjadi pasangan sehidup semati. Naruto kembali membujuk
Sasuke untuk mendekat padanya. Dan kali ini Sasuke mengangguk. Ia berjalan
perlahan pda Naruto yang menyambutnya dengan kedua tangan. Sasuke ke sana
dengan senyum sumringah. Apalagi saat melihat Naruto tersnyum padanya. Tapi
senyum Sasuke memudar saat ia melihat wajah marah Naruto. Kedua tangannya
dicengcram erat oleh tangan kekar Naruto. Dan kali ini Sasuke meringis
kesakitan.
Paaakk!!
Sebuah tamparan keras membuat Sasuke jatuh tersungkur di
lantai. Tangan kanannya yang masih perbalut perban menutup pipi kanannya yang
terasa panas dan perih. Sasuke memberanikan diri menatap saffireNaruto yang
kini berubah buram, termakan kilatan marah yang amat mengerikan. Tak terasa,
tak disadari, hati Sasuke kini juga terasa perih. Matanya mengalirkan kristal
bening membasahi pipi pucatnya.
“Ka-kau.. men-menyesal...?” tanya Sasuke dengan suara
bergetar. Air matanya tak mau berhenti mengalir, kini ia lemah. Tak berdaya.
Kenapa ia jadi selemah ini? Bukannya tadi ia begitu kuat? Kenapa sekarang jadi
lemah? Kenapa? Apa itu? Naruto? Apa yang mengalir di pipi pemuda pirang itu?
Air mata?
“Kau tak harus melakukan hal sebodoh ini, Teme bodoh.
Kau tahu, kau membuatku malu hingga hampir mati. Rasanya aku yang ingin loncat
dari sana sekarang.” Ujar Naruto. Air mata membasahi pipi tannya. Air mata yang
mengalir setiap milinya seakan menusuk hati Sasuke dengan perlahan-lahan.
Begitu sakit hingga membuat Sasuke seakan tak bisa bernapas. Sasuke menggeleng
dengan keras. Mencoba menetralkan sakitnya. Ia beranjak dan langsung memeluk
tubuh Naruto dengan kerasnya hingga mereka berdua jatuh terduduk di lantai yang
kotor. Sasuke terus memeluk leher Naruto dengan erat seperti tak akan
melepaskan dekapan itu.
“Suki da-yo, Dobee...!!!” teriak Sasuke di sela isaknya
di telinga Naruto.
“Hn. Suki desuu..”
`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.`.
“Ngghhhh...” Sasuke menggeliat di balik selimut. Matanya
mengerjap mencoba menyesuaikan dengan cahaya di ruang perawatan itu.
“Dobe..?” panggil Sasuke dengan suara malas.
“Ngg..?” gumam Naruto yang ternyata ada di samping
jendela. Sasuke menoleh ke sana dan tersenyum dengan menisnya. Kedua tangannya
terulur ke arah Naruto dengan manja seakan ingin meminta gendong. Naruto
mendekat dan berdiri di samping ranjang besi tempat tidur Sasuke. Sasuke
memeluknya dengan manja.
“Selamat pagi, Dobe-honeyku.” Seru Sasuke dengan
manjanya.
“Hn.” Tanggap Naruto pendek.
“Jangan meniru gumamanku!!” teriak Sasuke dengan wajah sebal.
“Habisnya, kau membuat kita melewatkan malam pertama
kita..” goda Naruto sembari mendekatkan wajahnya pada wajah Sasuke.
Bluussshhh!!!
Wajah Sasuke berubah merah seperti kepiting rebus.
“KYAAAAA....!!!!”
Tamat
.....................................................................................................................................................................................................
NB: Semoga kau baik-baik
saja, Sasuke.
Penulis: Shiryu Ayres
Tidak ada komentar:
Posting Komentar