Kamis, 05 Desember 2013

Bagaimana Menghitung PPh Wajib Pajak Badan

”menghitungpphbadan_a"
Logika Penghitungan Pajak WP Badan dimulai pada susunan laporan laba rugi komersial yang akan menghasilkan nilai laba / rugi pada bulan & tahun berjalan. Nilai laba / rugi pada bulan & tahun berjalan (untuk bulan dihitung pada masa pajak seperti Januari, Pebruari dan seterusnya, demikian pula untuk dasar penghitungan setahun dihitung masa pajak 12 bulan dari Januari hingga Desember) kemudian akan disusun untuk di koreksi berdasarkan peraturan dari Dirjen Pajak dalam Pajak Penghasilan WP Badan berdasarkan Deductible Expense (Biaya yang dapat dikurangkan dari PPh Badan) atau Un-Deductible Expense (Biaya yang tidak dapat dikurangkan dari PPh Badan). Dari sana akan dikoreksi secara positif / negatif dan selanjutnya diketemukanlah nilai penghasilan netto / rugi secara fiskal.

Setelah didapatkan besaran nilai penghasilan netto / bilamana ternyata ada kerugian, proses selanjutnya dilakukan perhitungan dengan adanya proses kompensasi kerugian / bilamana ada aktifitas pemberian zakat ke Lembaga Amil Zakat yang ditunjuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sehingga didapatkan nilai Penghasilan Kena Pajak dari WP Badan. Dari nilai Penghasilan Kena Pajak inilah baru akan dihitung besarnya nilai Pajak Penghasilan yang terhutang untuk Wajib Pajak Badan. Besarnya nilai dari Penghasilan Kena Pajak khusus Wajib Pajak Badan dibulatkan lebih dahulu kebawah dalam ribuah rupiah penuh (misal bila besaran dari penghasilan kena pajak WP Badan bernilai Rp. 10.705.235,- akan dibulatkan menjadi Rp. 10.705.000,-) dikalikan dengan Tarif PPh terhutang sehingga didapatkan nilai besaran PPh Terhutang dari WP Badan. Rumusan dasar adalah sebagai berikut :

-) PPh Terhutang = Penghasilan Kena Pajak X Tarif PPh

Tarif PPh dari WP Badan mengalami perubahan persentanse dimana untuk tahun 2009 adalah sebesar 28% sedangkan per periode 2010, besaran tarif PPh Terhutang adalah 25%. Dan khususnya untuk Badan Usaha dengan peredaran bruto sampai dengan Rp. 50 Milyar dan Penghasilan Kena Pajaknya tidak lebih dari Rp. 4.8 Milyar, akan mendapatkan tarif 50% lebih rendah sesuai dengan pasal 31E ayat (1) dari Undang-Undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008.

Contoh kasus menghitung PPh Wajib Pajak Badan
Peredaran bruto P.T. SWP dalam tahun pajak 2009 adalah sebesar Rp. 4.700.000.000,- (empat miliar tujuh ratus juta rupiah) dengan besaran Penghasilan Kena Pajak adalah sebesar Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah). Maka nilai dari penghitungan pajak yang terutang adalah, dari Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto P.T. SWP tidak melebihi Rp 50M dan Penghasilan Kena Pajak tidak melebihi Rp. 4.8M.

Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan yang terhutang
(50% X 28%) x Rp. 250.000.000,- = Rp.35.000.000,-

Berikut Tabel urutan Penghitungan PPh Terhutang Wajib Pajak Badan.



”

Untuk menghitung Pajak Penghasilan (PPh) dari Wajib Pajak Badan (WP Badan) apakah itu kurang bayar, nihil atau lebih bayar, maka rumusan yang harus dipahami adalah sebagai berikut :

PPh Kurang Bayar / Nihil / Lebih Bayar = PPh Terhutang – (Kredit Pajak + PPh yang dibayar sendiri)

Mari kita melanjutkan pemahaman dari Kredit Pajak pada rumusan diatas. Kredit Pajak merupakan pembayaran pajak yang telah dilakukan selama periode Januari s.d. Desember pada tahun pajak bersangkutan & merupakan Pengurang PPh terhutang. Kredit Pajak terbagi 2 yaitu PPh yang dipotong / dipungut pihak lain (PPh Ps. 21 ; Ps. 22 ; Ps. 23 ; Ps. 24) dan PPh yang dibayar / diangsur sendiri (PPh Ps. 25).

<p>Your browser does not support iframes.</p> PPh yang terkait dengan Wajib Pajak Badan dalam hal pemotongan / pemungutan (withholding tax) merupakan Pajak PPh yang tidak bersifat final dan dipotong / dipungut oleh pihak ketiga yang sekaligus merupakan pembayaran angsuran pajak dimuka. PPh PotPut (pemotongan / pemungutan) ini kemudian dikreditkan berdasarkan bukti pemotongan pajak yang bukan final. PPh terkait dengan WP Badan ini adalah PPh pasal 22, pasal 23 dan pasal 24.

PPh Pasal 22 terkait dengan kegiatan impor, kegiatan pembelian barang oleh bendahara pemerintah dan industri P4, serta penjualan barang industri tertentu / Barang Sangat Mewah.

PPh Pasal 23 terkait pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalty dan imbalan jasa tertentu.

PPh Pasal 24 terkait pajak yang dibayar / terhutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima / diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terhutang berdasarkan Undang-Undang PPh dalam tahun pajak yang sama. Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dibayar / terhutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terhutang berdasarkan Undang-Undang PPh. Maka PPh Ps. 24 ditentukan mana nilai terkecil diantara Pajak yang dipotong di Luar Negeri atau Max Kredit Pajak Luar Negeri / MKPLN.

PPh Pasal 25 adalah angsuran bulanan pembayaran pajak yang dilaporkan sebagai SPT Masa dan dinyatakan dalam Surat Setoran Pajak (SSP) bulanan.

Contoh Kasus dan Tabel Skema Kredit Pajak terhadap PPh WP Badan.

PPh Terhutang menurut SPT Tahunan PPh 2012 P.T. SyS adalah sebesar Rp. 78.500.000,- Sedangkan PPh yang dipotong / dipungut pihak lain adalah sebagai berikut :

- PPh Ps. 22 Rp. 10.000.000,-
- PPh Ps. 23 Rp. 17.500.000,-
- PPh Ps. 24 / MKPLN Rp. 15.000.000,-
- PPh Ps. 25 Rp. 9.500.000,-

Jumlah Kredit Pajak adalah (Rp. 52.000.000,-)
PPh Kurang Bayar / Ps. 29 Rp. 26.500.000,-

Maka untuk besarnya angsuran PPh pasal 25 yang harus dibayar oleh P.T. SyS setiap bulannya pada tahun pajak 2013 adalah Rp. 3.000.000,-

PPh Terhutang – (PPh Ps. 22 + PPh Ps. 23 + PPh Ps. 24) = Rp. 36.000.000,- dibagi 12 bulan.

”skemakreditpajakwpbadan_a"

Demikian ulasan dari Bagaimana Menghitung Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan sesuai dengan rumusan pada Undang-Undang PPh no 36 tahun 2008. Salam sukses selalu!

Pengantar Akuntansi Perpajakan


Informasi akuntansi dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan melaksanakan fungsi perencanaan, organisasi, koordinasi, pelaksanaan, pengendalian, serta pengambilan keputusan, baik bagi pihak manajemen / pihak luar, yang salah satunya pihak Dirjen Pajak. Dalam hal pajak, maka akuntansi pajak akan mengurai neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal & laporan jurnal.

Akuntansi untuk dinilai dari sifat pelaporannya, kemudian dibagi menjadi 2 (dua) output :
Akuntansi Komersial yang sifatnya memberi informasi kepada pihak internal perusahaan / manajemen, serta pihak eksternal perusahaan (diluar Dirjen Pajak) untuk menyediakan informasi dalam fungsi manajemen yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan.

Akuntansi Fiskal merupakan jenis akuntansi yang berbasis informasi akuntansi yang disusun berdasarkan pada Undang-Undang & Peraturan Perpajakan yg berlaku & khusus digunakan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan (PPh Badan) perusahaan (UD, CV, PT dan BUT).

Akuntansi Pajak mambahas transaksi penting badan & berbagai Peraturan Perpajakan terkait serta pengaruhnya terhadap laporan keuangan yang khususnya menentukan besarnya laba perusahaan. Misal, penjualan & pembelian, sewa, merger, pengalihan hak milik, dan lain-lain. Akuntansi pajak berperan & diterapkan dalam perusahaan perseroan (PT) & lebih berkepentingan dengan berbagai alternatif tindakan yang dapat meminimumkan nilai pajak terhutang sepanjang diperkenankan oleh Undang Undang / Peraturan Perpajakan.

Disisi lain, kebutuhan akuntansi diatur juga dalam Hukum Perdata & Hukum Dagang yang memuat ketentuan hukum tentang “Kewajiban Pembukuan” dalam Pasal 6 KUHD sebagai berikut : “bahwa siapapun juga yang melakukan perusahaan, diharuskan mengadakan pembukuan tentang semua kejadian mengenai perusahaan sedemikian rupa sehingga dari catatan pembukuan itu setiap waktu, dapat diketahui hak dan kewajiban terhadap pihak ketiga.”

Dari sisi Departemen Keuangan Republik Indonesia dalam seksi Dirjen Perpajakan, hal itu diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU No. 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) sebagai berikut : “Wajib Pajak Orang Pribadi (WP-OP) yang melakukan kegiatan usaha / pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan (WP-Badan) di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.”

Sedangkan untuk Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha / pekerjaan bebas jika TIDAK memenuhi persyaratan pembukuan dimungkinkan untuk tidak menyelenggarakan pembukuan tetapi tetap diwajibkan melakukan pencatatan. Dimana perbedaan utama PEMBUKUAN versus PENCATATAN ialah :
Pembukuan dijalankan dengan maksud di akhir proses pembukuan dapat dihasilkan laporan keuangan. Berikutnya pembukuan dapat mengetahui penghasilan bersih (netto) dan Pendapatan Kena Pajak melalui perhitungan / laporan laba-rugi (income statement).

Pencatatan dijalankan dengan maksud hanya sekedar mengetahui peredaran usaha & harga pokoknya. Berikutnya dapat mengetahui penghasilan bersih (netto) melalui pemakaian Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).

Persyaratan dari Aktifitas Pembukuan
1. Pembukuan / pencatatan harus diselenggarakan dengan itikad baik & mencerminkan keadaan / kegiatan usaha yang sebenarnya.

2. Pembukuan minimal terdiri dari catatan mengenai harta aktiva, kewajiban / hutang, modal, biaya, penghasilan, serta laporan penjualan & pembelian.

3. Pembukuan harus ditutup setiap akhir tahun dengan membuat neraca, laporan Laba Rugi berdasarkan prinsip pembukuan yang taat azas (konsisten) dengan tahun sebelumnya, serta dengan stelsel akrual / stelsel kas.

4. Pembukuan / pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengn huruf Latin, angka Arab, dengan bahasa Indonesia & satuan mata uang rupiah atau dengan bahasa Inggris & satuan mata uang US$ setelah mendapat ijin dari Menteri Keuangan.

5. Harus ada dokumentasi dari kegiatan pembukuan / pencatatan & dokumen pendukung yang menjadi dasarnya & dokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha (pekerjaan bebas)  harus disimpan selama 10 tahun.

Demikian untuk awal pendahuluan pengenalan Akuntansi Perpajakan dalam kewajiban perpajakan rekan sekalian. Salam sukses selalu!

Akuntansi Perpajakan

Akuntansi perpajakan merupakan seni dalam mencatat, menggolongkan, mengikhtisarkan serta menafsirkan transaksi-transaksi finansial yang dilakukan oleh perusahaan untuk menentukan jumlah penghasilan kena pajak yang diperoleh atau diterima dalam suatu tahun pajak yang dipakaisebagai dasar penetapan beban dan atau pajak penghasilan yang terutang oleh oleh perusahaan sebagai wajib pajak.

Secara sederhana, akuntansi perpajakan didefinisikan sebagai bidang akuntansi yang mengkalkulasi, menangani, mencatat, bahkan menganalisa dan membuat strategi perpajakan sehubungan dengan kejadian-kejadian ekonomi(transaksi) perusahaan.
Bisnis Online